Kamis, 25 Agustus 2016

Lampu Merah Pagi Tadi


lagi...hujan sepertinya terlalu cepat menyapa tahun ini, atau memang efek global warming yang membuat ‘perkiraan cuaca hanya sekadar prakiraan’ hingga kedatangannya tidak bisa diprediksi. Pagi hujan, siang sudah terik lagi, atau di suatu tempat hujan, ditempat lain malah adem ayem padahal hanya berjarak 200 meter saja. 

Tapi pagi ini alam seakan kompak untuk membuat kelabu seluruh kota Banda Aceh, hujan tidak berhenti dari tadi malam, dan aku harus bangun pagi – pagi untuk bersiap ke Rumah Sakit lagi, sudah 3 bulan menjalani rutinitas baru sebagai Dokter Muda demi mendapat dua huruf di depan namaku. Hari ini bukan ke RSUDZA tempatku biasa belajar, tapi ke rumah sakit jejaring RSUD Meuraxa, demi belajar bagaimana menolong persalinan normal yang sudah jarang aku jumpai di RSUDZA, maklum RSUDZA sudah menjadi rumah sakit rujukan nomor wahid di Aceh, kasus – kasusnya sudah complicated, kebanyakan bukan ranah dokter umum lagi.

Subuh yang dingin, membuatku enggan membuka mata dan semakin merapatkan selimut, waktu yang nyaman untuk kembali ke alam mimpi, padahal aku harus bersiap segera. Dengan terpaksa aku menyeret kaki ke kamar mandi, bersiap – siap dan langsung pergi, menunggu temanku menjemput di simpang BPKP untuk pergi bersama alias aku menumpang dengan temanku. Yah sampai sekarang aku masih harus merepotkan orang lain karena ketidakberanianku mengendarai sepeda motor.

Hujan sepertinya tak akan berhenti, jam sudah menunjukkan pukul 07.30 wib, dan butuh 30 menit untuk sampai ke Meuraxa. Akhirnya dengan semangat yang disemangat – semangati aku menerobos jutaan rintik hujan demi sampai di simpang BPKP, butuh 10 menit untuk sampai kesana, takut telat sampai ke Meuraxa, sambil berpikir bagaimana jika ada pasien yang tiba – tiba ingin melahirkan, kan ga bisa ditunda bayi yang sudah tidak sabar ingin menatap dunia sandiwara ini. Akhirnya dengan setengah kuyup aku sampai di simpang itu, , menunggu temanku yang tak kunjung datang. Sudah ku sms, tak ada respon. Sambil miniup ujung jilbab coklatku yang enggan tegak lagi karena terlanjur basah, aku terus menghubungi temanku yang entah dimana OTW nya.

Aah bagaimana ini, tidak akan terkejar sampai ke sana pukul 08.00. berkali – kali aku menghubungi temanku, akhirnya di membalas sms, ternyata dia baru siap mandi. Aku semakin jengkel, sudah berdiri setengah jam, kedinginan karena bajuku sudah basah. Terus menghakimi diri sendiri dan berandai - andai, ‘seandainya tidak hujan, seandainya tidak kena tugas di Meuraxa, seandainya bisa bawa motor sendiri, seandainya ada yang bersedia mengantar dan menjemput” uppps….

Sambil terus menunggu, aku akhirnya memutuskan berdamai dengan keadaan, tidak ada gunanya marah, hanya membuat hati semakin sesak. Aku berdoa semoga dedek bayi masih betah tidur nyaman dalam rahim ibunya.

Aku memperhatikan keadaan pagi itu sambil terus meniup – niup ujung jilbabku. Pagi yang amat sibuk, meski hujan jalan – jalan tetap dipenuhi dengan kendaraan, mobil – mobil, dan pengguna sepeda motor lengkap dengan jas hujannya, berlomba bersama hujan agar cepat sampai ke tempat tujuan. Suara klakson disana sini, cipratan air, lampu hijau yang hanya sebentar, teriakan – teriakan “woooy jalan, tiiitt….titttt..tiiiit” hiruk pikuk yang paling aku benci. 

Namun ada satu hal menarik di lampu merah simpang BPKP itu. Seorang bapak, ku perkirakan usianya 40 tahun, tidak terlalu jelas juga. Dengan menggunakan jas hujan lengkap dengan kantong kresek di kepalanya, ia berdiri di tengah – tengah jalan, sambil membawa Koran yang sudah ia bungkus dengan plastik. Luwes sekali gerakannya, seperti seorang penari professional, seakan ia berdansa bersama koran – korannya di tengah derasnya hujan dan jalan raya sebagai panggungnya, menawarkan Koran ke setiap pengguna jalan, sesekali menyeka wajahnya yang telah penuh dengan air. Tapi siapa pula yang ingin membeli Koran di hari hujan begini, meski begitu ia tetap tersenyum, sambil mengangkat korannya, menawarkan korannya dari satu mobil ke mobil yang lain, dari banyaknya pengguna jalan itu tidak ada yang membeli sampai lampu hijau menyala. Bapak loper Koran itu kembali menepi, menunggu lampu merah berikutnya. Sambil memperbaiki kantong kresek di kepalanya dan memastikan agar koran – korannya tidak basah. Salut sekali dengan semangatnya, sepagi itu, hujan yang seakan berlomba membasahi bumi, , ia tetap menjalani tugasnya untuk mencari rezeki, walaupun Koran itu tidak laku, aku yakin dari rona wajahnya menunjukkan ia tetap bahagia.
Aaah sekali lagi, bahagia itu memang teramat sederhana. Kuncinya hanya bagaimana kita memandang dan menyikapi takdir yang berlaku. Jadi teringat perkataan salah seorang sahabat Rasulullah, “Jika engkau bersabar, takdir akan berlaku bagimu dan engkau akan mendapatkan pahala. Jika engkau berkeluh kesah, takdir juga akan berlaku bagimu dan engkau akan mendapatkan dosa”

Kembali lagi mencermini diri sendiri, tidak ada gunanya untuk menghardik ketentuanNya yang telah tertulis indah di Lauh Mahfudz sana, memang belajar harus seperti ini, yang namanya perjuangan mana ada yang enak – enak saja, pengorbanan, jatuh – bangun, terpuruk, tersindir, tangisan adalah bumbu – bumbu yang akan melengkapi kehidupan seorang manusia, seperti loper koran tadi, walaupun tidak ada satupun korannya yang laku, tapi paling tidak ia telah berusaha, jalan rezeki itu bukan hanya datang dari satu arah. Dan yang paling penting bagaimana cara kita menerima segala ketentuanNya.

Tiiiiiiiiiiitttttttt!!! Suara klason panjang memecahkan lamunanku, ternyata temanku sudah datang, sambil memasang senyum terbaiknya. “maaf ya ka, aku telaaat bangun, tapi tenang belum ada pasien kok disana”.
Alhamdulillah, yuuk cuss…

*Tuliskan semua keinginanmu dengan pensil, dan serahkan ‘penghapusnya’ pada Allah, biar Allah saja yang memilih mana yang terbaik untukmu dari semua yang kau ingini.

Rabu, 09 Desember 2015

Resensi Novel 'Pulang' Tere Liye


RESENSI NOVEL

Judul Novel : Pulang
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika Penerbit
Jumlah Halaman : 400
Tahun Pertama Terbit : 2015

Novel ini meceritakan berbagai aspek kehidupan, namun yang menjadi fokus dan yang paling ditonjolkan adalah aspek politik dan ekonomi. Pengarang mampu menggambarkan aspek-aspek tersebut ke dalam hal-hal yang sepertinya sudah terjadi dan bersifat nyata bagi pembacanya, mulai dari perselisihan, pertarungan dan pertempuran, penakhlukan berbagai wilayah kekuasaan, dan strategi yang harus dicapai dalam mempertahankan kekuasaan, termasuk kesetiaan serta pengkhianatan dalam pemerintahan. Jika ditinjau dari aspek ekonomi, beberapa istilah baru yang dimunculkan oleh pengarang sangatlah menarik dan menambah wawasan pembaca, seperti shadow economy, cash cow, insider trading, triad, yakuza,dan electronic money.

Bujang, tokoh utama yang berasal dari keluarga sederhana dan hidup di daerah terpencil dengan kedua orangtua. Mamak yang selalu bersikeras mengajarinya agama dan Bapak yang selalu melarang apapun yang berbau agama. Dan kemudian menjadi orang besar, terkenal dengan julukan Si Babi Hutan dikarenakan kegesitannya membunuh babi hutan tinggi besar saat mengawani Tauke Besar berburu di hutan, yang tak lain adalah sosok yang sangat dihormati oleh Bapaknya disaat Bapaknya menjadi tukang pukul yang diandalkan dan sangat disegani setelah ia berada di lingkungan Tauke Besar, Keluarga Tong. Ia menjadi sosok yang kuat, gagah, berani, dan cerdas dalam berbagai hal. Ia juga mempunyai guru hebat yang mengajarinya banyak hal, Frans yang selalu mengurusi pendidikannya, Kopong yang mengajarinya berlatih fisik, Salonga yang mengajarinya perihal menembak, dan Guru Bushi yang ahli dalam melempar shuriken dan memainkan samurai. Terlepas dari hal itu, Bujang juga memiliki sahabat, yakni Basyir yang pada akhirnya berkhianat pada Keluarga Tong, Yuki dan Kiko si kembar cucu Guru Bushi, White putra dari Frans yang merupakan mantan kemiliteran, Parwez yang dipercaya Keluarga Tong dalam mengurusi bisnis dan Edwin si pilot yang selalu terlibat dalam peperangan ketika Bujang, si kembar, dan White melancarkan aksinya.

Saat pengkhianatan Basyir, Bujang dan kawan-kawan terdesak dalam pertempuran dan mengharuskannya pergi meninggalkan markas keluarga Tong melalui lorong rahasia yang sengaja dibangun atas usulan Kopong. Sampai bertemulah ia dengan Tuanku Imam yang memberinya pertolongan dan pemahaman agama, sedangkan Tauke Besar meninggal. Sejak saat itu, Bujanglah yang kemudian meneruskan perjuangan sebagai Tauke Besar dan kembali merebut pemerintahan Keluarga Tong dari tangan Basyir. Bujang memenangkan pertempuran dengan mengandalkan orang-orang terdekatnya dan Keluarga Tong yang masih setia dibawah pimpinan Togar. Detik-detik dikalahkannya Basyir oleh Bujang itulah yang membuat Bujang mengerti bahwa pulang yang dimaksud selama ini merupakan pulang pada hakikat kehidupan itu sendiri.

Kelebihan Novel
Novel ini berhasil membuat pembaca seolah-olah berada dalam setiap penggalan kisah yang diceritakan oleh pengarang. Penggalan demi penggalan mampu tervisualisasikan oleh pembaca dengan sendirinya, baik itu keadaan tokoh dan keadaan sekitar tokoh. Banyak inspirasi dan motivasi yang dapat diambil dari novel Pulang ini. Selain itu, novel ini tidak hanya sebagai hiburan bagi pembacanya, namun juga menambah wawasan dan ilmu-ilmu baru.

Kekurangan Novel
Alur cerita yang disajikan terlalu rumit untuk dihubungkan sehingga pembaca harus menganalisa terlebih dahulu cerita mana yang dimaksudkan oleh pengarang pada bagian-bagian berikutnya. Alur yang disajikan juga terkadang membuat ketidakpahaman sehingga pembaca harus membaca ulang bagian yang dimaksud.

Kamis, 03 Desember 2015

'Single Parent'


aku memang senang menceritakan tentang sahabat-sahabat 'syurga' yang aku miliki, karena darinya berbagai inspirasi dan pelajaran dapat muncul.
dan ini satu lagi ceritanya....
mungkin dia adalah salah satu sosok paling mencolok dari 250 orang mahasiswa Pendidikan Dokter angkatanku. Ya saat itu kami masih mahasiswa baru, pertama kali mengikuti pola belajar dunia perkuliahan, satu dosen dengan ratusan mahasiswa (ini kuliah atau seminar batinku). kami diperkenalkan tentang ruang lingkup kedokteran, seperti biasa setelah materi dosen membuka sesi tanya jawab, sebenarnya ada pertanyaan yang ingin aku tanyakan, tapi....(aah...masa nanya di tengah tatapan ratusan orang yang tidak aku kenal, ga jadi deh gumamku dalam hati ). di tengah pergumulan hati yang tak kunjung reda, ada seorang mahasiswi yang mengacungkan tangannya. Dia memberi salam, khas sekali salamnya
"assalamualaikum warahmatullahii, wabarakatuh" (kata "hii nya ada jeda sedikit dan agak panjang)
sampai sekarang jika ada yang bertanya di ruang kuliah, tanpa melihat wajah si penanya, aku tau kalau itu dia yang bertanya, ketahuan dari salam yang ia berikan...xixi

Ternyata bukan sekali itu saja, di perkuliahan lainnya ia juga aktif bertanya, bahkan pernah ia maju ke depan saat seorang dosen meminta mengetik jawaban mahasiswa dari pertanyaan yang dosen tersebut ajukan. Menurutku ini luar biasa, orang yang banyak bertanya artinya ada sesuatu yang dapat ia olah dalam pikirannya yang kemudian muncul pertanyaan 'mengapa dan bagaimana', ini adalah cermin kecerdasan seseorang. Sebenarnya aku juga punya pertanyaan, namun aku tak seberani dia. Hal ini yang perlahan aku pelajari darinya.

Seiring perputaran bumi pada porosnya, matahari pun tanpa lelah terbit kala fajar dan tenggelam saat petang setiap harinya, kami mulai dekat, didekatkan dalam satu kelompok up3ai awalnya. dia memang sangat cerdas dan aktif menurutku, terutama dalam bidang organisasi. Menjadi asisten anatomi sekaligus menjadi pimpinan di organisasi kampus bukan sembarang orang yang mampu mengembannya. Tapi aku tidak heran jika orang seperti dirinya mampu dan memang begitu adanya. Bukan tanpa ujian, bahkan banyak ujian yang harus ia tanggung. Seperti musibah saat acara bakti sosial kemarin, semua yang terjadi pasti dialah orang pertama yang akan ditanya dan bertanggung jawab, dan ia mampu melewati ujian itu, kuat sekali pundaknya.
sebagai seorang wanita, ia mampu menjadi leader yang baik dalam menjalankan amanahnya. walaupun super sibuk, ia bisa, aku melihatnya seperti seorang 'single parent' yang harus menyelesaikan banyak masalah.

sahabat syurgaku yang satu ini adalah orang yang paling peka diantara kami, suka menolong dan rajin menabung (haha). Ia memang sering mengecek keadaan kami satu-satu, sekadar menanyakan kabar dan menawarkan bantuan, memang seperti 'single parent' untuk anak-anaknya alias kami-kami ini. Pangerannya saja yang belum datang (ooppsss)

dikesempatan kali ini, di hari Miladnya, aku hanya ingin mengatakan bahwa bahagia sekali bisa mengenalnya, dekat dengannya, dan bisa belajar banyak hal darinya. Terimakasih sudah mau mengkhawatirkanku saat aku tiba-tiba menghilang dari peradaban --
Allah telah mempertemukan kita dalam satu episode yang sama, dan semoga Allah pertemukan dalam episode yang Happy Ending dalam SyurgaNya. Aamiiin

oh yaa...mungkin ada yang bertanya-tanya kenapa lampiran fotonya kok sepatu...
karena ia yang rela datang malam-malam ke kost ku, kemudian menelpon
"ika, ada dikos?, ada sesuatu nih buat ika"
dan ternyata kosanku sudah dikunci karena memang sudah jam 10 lewat
akhirnya ia meninggalkan bawaannya di teras kos, dan aku melihat keesokan paginya...
tadaaa.....sepasang sepatu dengan pita manis, di kotaknya tertulis

"dari Delima buat Ika"

Rabu, 11 November 2015

Adalah Ayah

adalah ayah sosok yang tidak banyak bicara, cintanya tidak pernah ku dengar dalam bentuk kata-kata

adalah ayah yang perasaan hati nya tidak bisa ku definisi karena ia tidak pernah mengeluhkan masalah hidup yang ia hadapi

adalah ayah yang cintanya begitu dingin tidak berbahasa karena cintanya telah berubah dari kata sifat menjadi kata kerja

adalah ayah yang tangannya begitu kasar ketika ku salami tapi tangan itu pula yang bekerja siang malam untuk memenuhi kebutuhanku

adalah ayah yang pengorbanannya tak pernah ada alasan apa dan kenapa karena yang ia tahu hanya demi kita

adalah ayah yang mungkin tak selalu menyanyikan lagu pengantar tidur namun nasehatnya tentang hidup selalu menyertai sprti musik indah dalam setiap langkah kakiku

adalah ayah yang mgkin tidak menimangku setiap waktu tapi tangan kokohnya selalu mampu mengangkatku tinggi agar ku bisa melihat dunia

adalah ayah yang rela menempuh perjalanan jauh ketika mendengar kabarku sakit di perantauan
meski ia harus meninggalkan pekerjaan dan mengabaikan lelahnya

adalah ayah yg marahnya kadang membuatku kesal, tapi kecewanya selalu membuatkan menyesal

aku sadar disetiap laranganmu engkau mencoba melindungiku dari hal yg buruk
maafkan aku ayah jika selalu membantah laranganmu
maaf ayah...maaf!
karena lalaiku menataati mu ternyata membuatmu sedih
maaf ayah...Maaf!
karena kealpaanku dalam menutup aurat seperti keingananmu telah menambah dosa untukmu sejengkal demi sejengkal langkah ini
maaf ayah... maaf!
karena keasikanku bermain dngan teman temanku telah membuatmu cemburu
maaf ayah... maaf!
aku tidak bisa menjadi gadis kecil ayah yang dulu berjanji menjaga ayah
yg siap memegang tangan ayah kala ayah tak kuat lagi berjalan

maaf ayah maaf bahkan saat hari terakhirmu di dunia aku tidak berada di sampingmu, melihat senyummu untuk terakhir kali
seandai nya....seandai nya kesempatan kedua itu ada untukku, untukku berbakti padamu
aku akan menebus semua alpa dan khilaf ini
aku akan membalas besar cintamu untukku walau hanya sedikit
aku akan menghadiahimu surga tertinggi karna memiliki anak sepertiku

tapi kini hanya tinggal penyesalan
karena kesempatan itu tidak pernah ada lagi
kau telah berada di tempat dimana kau bisa beristirahat dengan tenang

dan seorang ayah adalah bait-bait puisi terindah untuk anak-anak nya yang senantiasa ingin ia jaga untuk selamanya

*Puisi OKA 23 (Penampilan Akhwat angkatan 2012)


Kamis, 29 Oktober 2015

Frekuensi Hati



Sejatinya sesama muslim itu punya frekuensi hati yang sama hingga jika saudaranya punya masalah ia pasti ikut merasakannya
Bahkan dengan melihat raut wajahnya saja cerminan hatinya bisa begitu cepat diketahui
Karena kita diajarkan untuk beriman pada Tuhan yang Satu, dan merefleksikan ajaran Rasulullah yang mulia
"Muslim itu bagai satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh sakit maka seluruh tubuh ikut merasakan sakitnya"

Tapi kenapa saat ini kita masih santai santai saja ?
Bukankah umat muslim sekarang sedang dalam masa pesakitannya
di saat masalah kronik seperti di Palestina yang tidak kunjung usai, masih di tambah lagi dengan masalah akut bencana asap dalam negeri yang tak ada titik temu, dan lagi kesesatan Syiah yang semakin merajalela

Lalu kemana frekuensi hati itu?
begitu buruk kah 'sinyal' keimanan yang kita punya hingga rasa sakit yang dirasakan saudara kita tidak terkoneksi lagi
Hanya sekadar tau dan berkata "oh" lalu selesai sampai disitu.
atau bahkan menyumbat telinga dengan kesombongan dan menutup mata dengan keserakahan, lalu berkata "yang penting aku bahagia yang lain terserah saja"

Dan benarlah bahwa ukhuwah itu adalah buah keimanan
Saat keimanan kita kokoh dan akarnya menghujam maka akan semakin baik buah-buah yang dihasilkannya
Tapi bila keimanan itu rapuh dan akarnya serabut, sangat mudah digoyahkan bahkan dicabut sampai ke akar-akarnya

Maka periharalah iman kita dengan baik, rawat hidayah yang masih Allah beri agar ia tidak kabur
Dan pada akhirnya kita akan sama sama bisa mencicipi manisnya ukhuwah yang kita dambakan

InsyaAllah :)

Bumi penuh cinta, 29 Okt 2015
8 bulan menuju 23

Minggu, 30 Agustus 2015

Perjalanan itu bernama Hijrah





Saat hidayahNya menghujam hati
Tiada sesiapa yang dapat mengusik
Ia larut dalam dekap kasih sayang Allah
Enggan kembali ke episode kelam dalam hidupnya
Aku menganguminya sebagai salah satu sahabat Surga
Yang lembut namun dapat tegas saat diperlukan
yang teguh mempertahankan 'hijab' sejak pertama kali menggunakannya

Dipertemukan dalam lomba olimpiade Sains, sama – sama mewakili Aceh Utara untuk bersaing lagi di tingkat provinsi, belum membuatku dekat dengan sahabatku yang satu ini. Aku mengenalnya sepintas lalu, hanya mengetahui dia sama – sama anak Aceh Utara, dan betul – betul hanya itu, tidak ada percakapan selanjutnya sampai perlombaan berakhir. 
   
Tapi dua tahun kemudian, aku dipertemukan lagi dengannya, sama – sama berstatus mahasiswa pendidikan dokter Unsyiah, aku menegurnya pertama kali di acara pembimbingan karakter mahasiswa baru FK Unsyiah bernama METAMORFOSIS. Dan ternyata memang dia, teman yang dulu aku tahu hanya sepintas saja. seiring waktu yang berjalan dan seiring perkenalan yang semakin mendalam, aku perlahan takjub dengan perubahan nyata darinya.


Pernah ia bertanya kepadaku tentang bagaimana cara memakai jilbab lebar, dengan santai aku menjawab "tinggal pakai saja, tidak susah". Iya memang tidak sesimpel itu, apalagi alasan takut dibilang 'sok alim', takut dibilang 'kerudung lebar musiman', dan berbagai alasan - alasan lain yang notabene datang dari orang - orang dengan kerudung yang hanya 'separoh' dan transparan.

Kuncinya dekat sama Allah, kejar hidayahNya, karena Hidayah itu perlu dicari, dan ketika Allah telah memberikan Hidayah itu, buka kan pintu lebar -lebar, sambut ia selayaknya tamu kehormatan, jaga ia dengan baik agar tidak sampai pulang hingga kita 'berpulang', tak perlulah menanggapi suara bising diluar sana, hanya mengecutkan hati karena jika Allah sudah suka,  yang lain bukan masalah kan? 

Temanku yang satu ini seperti sudah mencapai tahap itu, ia berubah seketika, mantap menggunakan kerudung lebar yang semakin memancarkan aura keindahan, tanpa mendengarkan komentar miring disekeliling. Tidak hanya itu, ketaatannya kepada perintah Allah juga semakin meningkat, apalagi dalam menghafal Firman - FirmanNya. 

Ia adalah pemegang amanah yang hebat, saat ini ia diamanahkan sebagai wakil menteri Pemberdayaan Perempuan BEM Unsyiah, untuk dia yang tidak pernah mengenal dunia BEM fakultas, apalagi tingkat Universitas, aku mengacungi jempol karena ia sanggung mengambil amanah ini. 
Tiada Beban tanpa Pundak.

dan satu lagi yang sangat aku kagumi darinya, ia adalah seorang kakak yang teramat mencintai adiknya. Setiap Jumat ia kembali ke rumah hanya untuk memastikan adiknya sudah pergi shalat Jumat atau belum, kemudian ia kembali ke kampus untuk mengikuti kajian Jumaatan di Mushalla. Jika ia makan enak, dipastikan adiknya juga harus makan yang sama. Seperti saat buka puasa bersama waktu itu, ia belum makan, tapi buru - buru pulang karena ingat adiknya harus berbuka pakai apa nanti, sampai ia meminta membeli nasi lagi untuk adiknya dari panitia. Sungguh luar biasa.

Teman yang baik itu adalah rezeki...
dan memang benar sekali, dapat mengenalnya adalah salah satu rezeki terbaik yang aku punya. Terima kasih telah mengajariku untuk terus gigih mencari HidayahNya.

selamat menjejak tangga ke-22 saudaraku....
semoga kelak dapat dipertemukan lagi denganmu di SurgaNya
jemput aku jika ternyata kaki ini tergelicir ke dalam api
Mesjid Aree, 31 Agustus 2015
dari hati yang merindu untuk bersua

Rabu, 29 Juli 2015

Dia yang ku panggil Uni

Kue..kue…
Suara nyaring dari ibu penjual kue sontak membangunkanku.
Astaghfirullah…sudah jam 7 lewat…belum mandi..maaaaak… telat ngampus….. Aku melompat dari tempat tidur lalu menarik handuk dan kemudian langsung ke TKP alias kamar mandi. Hari ini  jadwal kuliah jam 8 dan aku belum bersiap - siap, salahku pakai acara tidur lagi selepas subuh tadi. Jam 07.45, setelah berpakaian dan merapikan jilbab unguku, memasukkan satu dua buku ke dalam tas langsung saja aku melangkah ke luar tanpa memenuhi hak si lambung dan teman-temannya untuk diisi. Jarak ke kampus dari kosan dapat ditempuh sekitar 15 menit jika berjalan santai, tapi jika sudah telat aku bisa melaluinya dalam waktu 10 menit saja. Sejurus kemudian aku telah berada di depan gerbang kampus, masih ada 5 menit lagi sebelum tepat jam 8. Dari kejauhan tampak sosok anggun berjilbab merah hati melemparkan senyum kepadaku. Uni Nia…panggilku sambil melambaikan tangan. Hari ini dia menggunakan jilbab dangangannya lagi, ia tampak cantik memakainya. Setelah bersalaman kami berjalan bersama menuju ruang kuliah yang berdekatan. Sembari berjalan aku menggodanya “uni, cantik kali kok hari ini pakai  jilbab itu”
“iya ka..hitung-hitung promosi, siapa tau ada yang tertarik dengan melihat uni pakai jilbab ini” jawabnya dengan logat minang yang masih sangat kental.

Aku memang menaruh rasa hormat kepada sahabat sekaligus kakak bagiku ini. Bagaimana tidak, uni sebenarnya dua tahun  di atasku, sebelumnya ia berkuliah di Universitas Negeri Padang tapi ia memilih untuk meninggalkan kuliahnya dan masuk ke Fakultas Kedokteran Unsyiah. Uni memang mempunyai cita – cita menjadi seorang dokter, mungkin bagi sebagian orang tujuan  menjadi seorang dokter supaya ia bisa hidup mapan, punya banyak uang dan lain-lain, tapi aku pernah bertanya sekali waktu kenapa ia ingin menjadi seorang dokter, dan jawaban sangat mengagumkan mengalir dari bibirnya.
“karena uni ingin membantu saudara – saudara  kita di Palestina yang sedang dijajah oleh Israel La’natullah , disana orang-orang dibantai dengan kejam, pelayanan kesehatan pun sangat minim mulai dari peralatan medis sampai ke tenaga medisnya”
Aku hanya mengangguk takzim mendengar penjelasan Uni yang sebenarnya sangat menampar hatiku. Ah..apa yang sudah aku lakukan untuk mereka?
***

Hari minggu, waktu untuk santai sejenak setelah mencuci pakaian. Ku buka Laptop dan menghubungkannya dengan internet. Aku memutuskan untuk berlayar di dunia maya. Akun facebook pun telah ku buka, ada beberapa notifikasi dari grup yang aku ikuti. Kemudian aku kembali ke beranda facebook, melihat status dari teman-teman yang menginspirasi. Kali ini ada status dari Uni Nia, jarang –jarang ia membuat status, tidak sepertiku, setiap hari non stop. Aku tercengang membaca statusnya, lagi-lagi Uni berhasil membuatku semakin takjub akan sosok wanita muslimah seperti dirinya.

Setiap kali memandang wajah  anak - anak Palestine yang terpampang di depan mata setiap kali habis qiyamul lail membuatku semakin semangat jualan…hanya itu yang mampu kulakukan saat ini, menyisihkan sebagian keuntungan untuk saudara yang tak pernah sekalipun bertatap muka apalagi untuk sekadar tahu nama, tapi mereka membuat hati didera rindu yang tak tertahankan untuk segera dipertemukan,beginilah islam mengajarkan persaudaraan ikatan itu terasa tanpa harus diawali oleh sebuah perkenalan”

Ternyata ia berjualan jilbab bukan untuk menambah uang jajannya tapi keuntungan dari penjualan jilbab itu ia sisihkan untuk anak – anak palestina .
Uni betapa kuat tali ukhuwah yang kau punya untuk mereka 


Darussalam, 2014
untuk Uni Tersayang, 
terimakasih sudah menginspirasi